Rumoh Geudong (Saksi bisu kekejaman rezim terhadap sipil)
Perjalanan ini membawa saya kepada gambaran kekejaman dan kesewenang-wenangan rezim kepada rakyatnya demi kepentingan semata. Saya mengutuk segala bentuk pelanggaran dan pencurian Hak Asasi Manusia yang dilakukan secara terstruktur oleh negara. Yayasan PASKA (Pengembangan Aktifitas Sosial Ekonomi Masyarakat). 13.30 WIB kala itu...
Kedatangan kami siang itu disambut hangat oleh seorang aktivis kemanusiaan pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), Ibu Farida Haryani wanita tangguh yang sejak muda hingga saat ini tak henti-hentinya menyuarakan perjuangan untuk hak-hak manusia lainnya. Beliau berhasil mengobarkan semangat juang dan kaguj. Sejak pertemuan itu, saya mendeklarasikan diri sebagai penggemar beliau karena kekaguman saya dengan apa yang sudah ia lewati dan bagaimana ia menjadi representasi dari kata ”woman support woman”. Siapa sangka, dibalik balutan yang sederhana dan murah hati tersembunyi sosok
yang luar biasa (anak sekarang menyebutnya bukan kaleng-kaleng).
Perempuan penyintas konflik dan Pelanggaran Ham acapkali mengalami beban yang berlapis. Statusnya yang termasuk kedalam kelompok rentan, ditambah kondisi sosial dalam konflik menjadikan perempuan dalam kelompok rentan kuadrat/berlapis.Penderitaan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan saat itu mendorong beliau untuk menyuarakan kebenaran. Bermula dari pemberdayan perempuan di Bukit Janda hingga akirnya Ia berhasil mengumpulkan 700 penyintas perempuan di Kabupaten Pidie yang terfokus di Rumoh Geudong sebagai saksi dan pembuktian kepada pemerintah pusat.
Seorang penyintas perempuan, Aini menceritakan pengalamannya selama masa itu saat Aceh khususnya Pidie dan Aceh Timur menjadi Daerah Operasi Militer (DOM). Sepulang dari pelatihan di Medan Sumatera Utara, ia didatangi dan dituduh termasuk dalam jaringan Inong Balee. Tanpa bukti dan alasan yang mengada-ngada, ia diseret oleh tentara yang jumlahnya tidak sedikit menuju antah berantah. Sebelumnya ayahnya juga mengalami kekerasan karena dianggap sebagai simpatisan GAM. Aneh tapi nyata, ia bersama manusia-manusia lainnya diinterogasi tanpa rasa kemanusiaan oleh orang-orang berseragam yang katanya pembela negara. Berbagai bentuk kekerasan terjadi di tempat itu hingga akhirnya setelah proses yang panjang, Aini berhasil dibebaskan setelah berbicara dengan atasan yang memiliki sedikit rasa kemanusiaan. Kebebasan yang ia dapatkan bukan tanpa ganjaran. Hari-hari yang ia lewati seperti mimpi buruk karena tidak sanggup menyaksikan penyiksaan yang sedemikian rupa di depan mata tanpa dapat bebuat apa-apa. Ia mengalami trauma berat hingga mengalami amnesia selama 2 bulan.
Proses pemulihan yang tidak sebentar ini akhirya mendorong Aini untuk berdamai dan menjadi penyembuh bagi sesama korban. Ia bergabung bersama PASKA untuk menyuarakan kebenaran dan menuntut untuk mendapatkan hak mereka yaitu keadilan. Hal serupa juga dialami oleh seorang anak kecil yng saat ini sudah tidak kecil lagi. Pada masa itu, ia yang masih berusia 5 tahun harus merasakan kekejaman yang dilakukan oleh orang dewasa yang sudah berakal. Saat itu ia dibawa oleh 2 orang anggota ke Rumoh Gedudong. Disana ia bertemu ayahnya dan celakanya nasib seorang ayah harus menyaksikan penyiksaan terhadap anaknya sendiri. Saifuddin disiksa mulai dari pagi sampai hari menjelang sore. Sama seperti Aini, Saifuddin juga menjadi menyaksikan korban lain yang digantung di Rumoh Geudong. Sakit yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
Kelompok rentan baik itu perempuan, anak-anak, dan orangtua seringkali menjadi korban dalam konflik yang terjadi. Sangat disayangkan, pelaku dari kekerasan ini berasal dari pemerintah negara sendiri, rezim busuk yang mendzolimi rakyatnya. Angkatan bersenjata yang dibentuk untuk melayani masyarakat, membela negara, justru membunuh negaranya sendiri. Keadilan yang didambakan bahkan beluim terpenuhi hingga saat ini. Kepikikan pemerintah dalam mencuci tangan terlihat jelas dari gerakan yang mereka lalukan. Mulai dari Penyelesaian Non Yudisial yang tidak ada adilnya sama sekali bagi korban, Perataan situs Rumoh Geudong yang disulap menjadi lebih berwarna untuk menghilangkan sejarah kelam, hingga penamaan Rumoh Geudong itu sendiri. Penyelesaian Non Yudisial yang digadang-gadangkan tidak tahu mengarah pada siapa dan target yang tidak jelas. Korban yang tercatat melalui pencatatan goib ini diliput oleh media sampai ke luar negri untuk membuktikan bahwa pemerintah telah menyelesaikan permasalahan yang sudah sangat lama. Yang para penyintas inginkan hanyalah keadilan dan hukum bagi pelaku kejahatan, itu saja. Namun hingga saat ini, harapan itu hanya sekedar angan-angan yang masih terus diperjuangkan entah sampai kapan.