Rumah Tahfidz Bustanul Mustafa , Oase Tenang di Tengah Kota Lhokseumawe

Hello Steem Atlas friends!
Let me introduce myself — people usually call me Sir Iqbal, the founder of Broken English Squad from Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. I’m that guy who loves mixing English and local vibes, sometimes serious, sometimes just playing around — but always from the heart.
Today, I’m joining the 1001 Holy Places on the Steem Atlas Map contest for the very first time. And instead of talking about a grand mosque or a famous historical site, I wanna take you to a simple but very special place close to my home , Rumah Tahfidz Bustanul Mustafa.

Let me get in...

Jam 3 sore (senin -jumat) gue punya rutinitas tetap — nganterin dua junior ane, Ubay dan Abizar, ngaji di sini. Biasanya, abis mereka turun, Ane langsung belok kanan, gas pulang.
Tapi sore ini agak beda. Waktu sampai, suasana masih sepi. Anak-anak belum banyak yang datang, ustadzahnya juga belum kelihatan. Entah kenapa, ane malah memutuskan buat masuk. Nggak buru-buru, malah keliling.

Di pintu masuk, ada sebuah balee (pondok) beratap rumbia, dengan panggung kayu merah, yang langsung ngasih kesan aura pedesaan. Adem. Anginnya masuk lewat sela-sela, bawa aroma kayu dan dedaunan. Kalau di kota lain mungkin susah nemuin suasana kayak gini, tapi di sini, masih asli.

Setelah balee yang pertama, ada balee kecil nan rindang. Atapnya dari daun rumbia, tiangnya kayu, lantainya papan tua yang udah menghitam karena usia. Sederhana, tapi nyaman buat duduk, ngaji, atau sekadar ngobrol sambil nunggu giliran halaqah.
Yang bikin unik, di tiang sampingnya ada papan kecil bertuliskan "Palestina". Entah kenapa, tulisan itu bikin gue berhenti sebentar. Mungkin pengelola mau kasih semangat bahwa perjuangan dan hafalan Qur’an juga bagian dari membela agama, meski dari sudut kecil di Aceh.
Bale ini menghadap ke arah tempat wudhu yang rapi, jadi anak-anak bisa langsung siap masuk halaqah dengan kondisi bersih.

Sebelum masuk halaqah, anak-anak biasanya mampir dulu ke tempat wudhu yang terletak di sisi bangunan. Area ini cukup lapang, dengan deretan kran yang rapi di kedua sisi. Lantainya walau mulai berlumut di bagian aliran air (maklum, sering basah), tapi terlihat terawat dan bersih.
Di bagian ujung ada tangga menuju halaqah utama. Saat saya datang, beberapa santri kecil bersarung putih sudah berdiri siap, menunggu giliran masuk untuk mengaji. Pemandangan sederhana ini bikin hati hangat—menggambarkan keseharian di Rumah Tahfidz yang penuh kesungguhan.

Di lantai bawah Rumah Tahfidz Bustanul Mustafa, terdapat sebuah halaqah luas dan bersih yang menjadi tempat belajar anak-anak yang masih berada di tahap Iqra’. Lantainya mengilap, kipas angin menempel di dinding untuk menjaga kenyamanan, dan penataan ruangannya sederhana namun rapi.
Saat saya masuk, beberapa santri kecil berlarian sambil tertawa riang, sementara dua ustadzah berbaju putih berdiri di sudut, menyiapkan sesi pembelajaran. Nuansa di sini benar-benar steril dan tertata, sehingga anak-anak bisa fokus mengaji tanpa gangguan.

Untuk mencapai halaqah utama di lantai dua, para santri melewati jalur sederhana namun teduh ini. Di sisi kiri terdapat bale beratap rumbia yang memberi nuansa alami dan sejuk, seolah menyambut setiap langkah dengan suasana desa. Pepohonan rindang memberikan bayangan yang menenangkan, sementara di ujung jalur terlihat tangga kayu menuju ruang belajar di atas.

Meski jalannya sempit diapit tembok putih dan bangunan, atmosfernya terasa hangat karena ada suara riang anak-anak dan aroma kayu yang khas. Sandal-sandal tersusun rapi di dekat tangga, tanda disiplin kecil yang diajarkan di sini.

Naik ke lantai atas Rumah Tahfidz Bustanul Mustafa, kita akan menemukan halaqah utama, sebuah ruang terbuka yang luas dengan lantai kayu yang hangat dan karpet hijau memanjang rapi. Tempat ini menjadi pusat kegiatan untuk para santri yang sudah lebih besar, baik untuk halaqah pembelajaran maupun sholat berjamaah.

Udara segar mengalir bebas karena desain setengah terbuka dengan pagar kawat di sisi luar, membuatnya sejuk tanpa pendingin udara. Di sudut ruangan, rak berisi Al-Qur’an dan papan tulis siap digunakan untuk sesi belajar. Saat saya datang, beberapa santri tampak sedang merapikan kipas angin dan menyiapkan ruangan untuk kegiatan sore.

Dari lantai dua Rumah Tahfidz Bustanul Mustafa, udara segar masuk leluasa melalui ventilasi kawat sederhana ini. Meski hanya berupa rangka kayu dan jaring besi, dari sini tersaji pemandangan atap rumah-rumah tetangga yang berwarna kuning dan merah, berpadu dengan rimbunnya pepohonan.

Saat angin sore bertiup, semilirnya terasa menenangkan, seolah membawa pesan damai ke ruang halaqah. Ventilasi ini bukan sekadar lubang udara—ia menjadi jendela alami yang menghubungkan suasana belajar para santri dengan dunia luar, tanpa kehilangan rasa teduh dan privasi.

"Rumah Tahfizh Bustanul Mustafa berdiri di bawah naungan Yayasan Generasi Cahaya Peradaban, yang menjadi payung kegiatan pendidikan Al-Qur’an di wilayah Muara Dua, Lhokseumawe. Keberadaan yayasan ini memastikan bahwa seluruh aktivitas, dari halaqah hingga pengembangan fasilitas, berjalan dengan visi dan misi yang jelas."

Alamat lengkap yang tertera di papan nama tersebut adalah:

Rumah Tahfizh Bustanul Mustafa
Jl. Teuku Umar II No. 296, Desa Meunasah Panggoy, https://maps.app.goo.gl/txqHsqULAqKDTQQZ9
Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh
📱 WhatsApp: 0811 6879 312
📸 Instagram & YouTube: Bustanul Mustafa

Sir Iqbal, one of the wali santri at Rumah Tahfizh Bustanul Mustafa, taking a selfie in front of the main signboard – proudly showing the name, address, and the foundation behind this noble institution.