MATIKAN FACEBOOK, LUASKAN KEMBALI WACANA KITA

in #facebook6 years ago (edited)

image

Semenjak pertengahan 2017, atau sesaat setelah menerbitkan buku bertajuk "Pelajaran Memuisikan Hujan Sepertihalnya Memasak dan Perkelaminan", saya memutuskan untuk berhenti menulis di facebook (termasuk menutup twitter, dan sedang berencana menutup instagram).

Jenuh? bisa jadi. Tapi sepertinya tidak benar juga. Mungkin lebih tepatnya, menurut saya pribadi, Facebook tidak asyik lagi sebagai platform kekaryaan. Dan sialnya, saya masih belum tahu di mana letak ketidak asyikan itu! Persis kayak orang bawaan pingin marah, tapi gak tau kenapa? PMS? Hihi...

Beda hal dengan blog, meskipun lebih lama kenal blog daripada facebook, tapi sampai saat ini saya masih menggunakannya. Dan tidak terpikir sesikitpun untuk meninggalkan.

Trus kenapa bisa merasa tidak menemukan gairah berkaya di Facebook?

Akhir-akhir ini saya baru 'ngeh', kenapa ketidak asyikan itu muncul beberapa tahun yang lalu. Salah satu jawaban yang masuk akal adalah 'produk' Facebook ternyata adalah para penggunanya atau kita sendiri. Jadi gini. Jika produk facebook adalah kita (pengguna), maka produk itu berupa atensi dan data pribadi kita. Lantas, atensi dan data tersebut dijual kepada pemasang iklan. Ya, pemasang iklan akan meluncurkan Ads sesuai kecendurungan 'produk'. Permasalahannya adalah; untuk mendapatkan atensi dan data pribadi kita secara spesifik, maka tanpa kita sadari, facebook akan membuat kita "berlama-lama" di sana, dan yang paling penting adalah membuat kita aktif berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.

Ok, sampai sini kita garis bawahi 'aktif berkomunikasi'.

Aktif berkomunikasi ialah dalam cakupan berkomentar, like, dan klik link yang berseliweran. Dari sana, sistem algoritma akan mengidentifikasi kesukaan kita secara spesifik, dan lantas "mengurung" kita dalam spesifikasi tersebut. Apa yang terjadi? Kita tidak punya pilihan lain selain menyantap hidangan pengetahuan hanya di seputaran 'kecenderungan' spesifikasi tersebut.

Pada titik inilah, mungkin, penyebab terjadinya kejenuhan pada diri saya. Ya, seketika saya merasa berada dalam satu ruang saja, tanpa diberi kesempatan mendapat wacana di ruang lain.

Lebih dari itu, hal ini juga bisa membahayakan. Kenapa?

Eli Pariser, seorang aktivis internet menyatakan bahwa sistem algoritma akhirnya menciptakan sebuah "gelembung besar" yang membuat seseorang terisolasi secara intelektual.

Maksudnya, ketika seseorang tak pernah melihat sudut pandang berbeda dari orang lain, maka kemungkinan ia untuk berlarut-larut dalam pandangannya sendiri sangat besar. Hal itu dikhawatirkan akan membuatnya mendefinisikan dunia hanya dari satu sudut pandang saja.

Dampaknya?

Seseorang yang dicekoki informasi tentang bahayanya pemikiran tertentu, maka ia akan mengingkari eksistensi gagasan lain. Sehingga terjadi kecenderungan terhadap satu pemikiran dan menimbulkan fanatisme berlebihan. Sialnya, saat ini telah sangat tampak dampak tersebut di negara tercinta ini.

So?

Ketika pada awal saya perlahan meninggalkan facebook, masih ada keragu-raguan. Saya pikir faktor dalam diri saya sendiri yang menyebabkan kejenuhan tersebut, hingga pada akhirnya kini saya menyadari dan mendapat jawaban yang bisa menghilangkan keragu-raguan itu.

Terlepas anda sekalian masih menggunakan dan aktif sebagai pengguna facebook, silahkan. Anda juga pastinya punya alasan, sepertihalnya saya punya alasan untuk menonaktifkan akun facebook saya, termasuk menebang platform media sosial lainnya semacam twitter dan instagram.

Malang, -