Poin Penting Dalam Regulasi Zakat |
Tentang zakat mal, juga pada dasarnya telah dilaksanakan. Sebagai pembuktian barangkali dari kenyataan berdirinya puluhan ribu masjid, musala, pesantren, sekolah, universitas, rumah sakit, tidak jarang dibiayai dengan dana zakat dari anggota, simpatisan atau yang sering disebut dermawan muslim.
Apakah zakat-zakat yang terlaksana tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya, atau sekadarnya saja, ini yang menjadi masalah. Sebab kalau merujuk sejarahnya, bimbingan Ilahi tentang harta kekayaan dan tuntunan tentang zakat, nyata sekali bahwa zakat kiranya akan mampu mengatasi kemelaratan dan kepincangan sosial dalam masyarakat.
Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara atau lembaga yang diberi mandat oleh negara dan atas nama pemerintah bertindak sebagai wakil fakir dan miskin. Pengelolaan di bawah otoritas yang dibentuk oleh negara akan jauh lebih efektif pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam membangun kesejahteraan umat yang menjadi tujuan zakat itu sendiri, dibanding zakat dikumpulkan dan didistribusikan oleh lembaga yang berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi.
Pemerintah juga telah membentuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang memuat tentang pengelolaan zakat yang terorganisir dengan baik, transparan dan profesional dilakukan oleh amil resmi yang ditunjuk oleh pemerintah, baik Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun Badan Amil Zakat (BAZ). Zakat yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat harus segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah ditentukan.
Menurut Afif Khalid dalam Jurnal Cakrawala Hukum Volume 1, Nomor 3, September 2012, lima pesan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu:
- Secara konstitusional, bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 (2), Pasal 29 (1) dan (2), serta Pasal 34 (1) dan (2).
- Secara yuridis, terdapat sinkronisasi secara vertikal antara Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang mana undang-undang ini telah memenuhi asas-asas hukum.
- Secara ideologis, bahwa negara berkewajiban mengatur tata cara pelaksanaan dalam rangka peningkatan kualitas umat melalui pengelolaan zakat yang efektif dan efisien.
- Secara filosofis, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang bertujuan menghilangkan kemiskinan.
- Secara sosial keagamaan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat hendak mendorong adanya integrasi, sinergi, dan koordinasi yang jelas dalam pengelolaan zakat dan dana sosial keagamaan lainnya dapat terpadu dan terintegrasi dari pusat hingga ke daerah sehingga menciptakan program-program yang tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu bagi fakir miskin sebagai mustahik utama zakat.
- Afif Khalid juga mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memiliki beberapa kelemahan yang masih perlu direvisi, terutama berkenaan dengan sanksi bagi orang-orang yang sengaja melalaikan zakat, sedangkan orang tersebut tergolong orang yang diwajibkan zakat atasnya. Ia menegaskan bahwa Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, lebih baik dibandingkan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat berkenaan dengan sanksi yang diberikan kepada para wajib zakat (muzakki).