Ketika Musim Panen Tiba, Teknologi yang Bicara
Apakabar steemian

SEGALA lini kehidupan manusia sudah dipengaruhi teknologi. Tak bisa diabaikan. Bukan hanya teknologi informasi saja yang berkembang dahsyat. Intinya, semua sisi sudah bersinggungan dengan teknologi. Semuanya. Di belahan dunia lain, malah lebih canggih lagi. Cuma di tempat kita, teknologi telat datangnya. Salah satunya adalah di sektor pertanian.
Petani sekarang tidak sama lagi seperti zaman dulu. Satu contoh kecil saja, kita ambil bidang pertanian. Lebih kecil lagi, kita ambil saja tentang panen. Sebab, kalau kita bahas semuanya cukup banyak perkembangan teknologi tentang pertanian. Tak sanggup kita ulas. Kini, kita lihat sisi kecil saja yang sudah menjadi kehidupan lazim di perdesaan.
Waga perdesaan (perkampungan), kegiatan utama mereka adalah bertani. Lebih khusus lagi tanam padi. Nah, ada banyak hal yang bisa dibahas tentang tanam padi itu sendiri. Mulai dari bibit, merawatnya, mengolah tanah, kultur jaringan, hidroponik, transplanter dan lainnya. Sungguh rumit dan berbelit-belit. Makanya kita tak bahas itu.
Seperti di awal tadi, saya khusus membahas masa panen. Kenapa? Karena ini yang paling dekat dengan kehidupan dari masa kecil hingga dewasa. Sudah pasti sangat jauh berbeda. Dulu, membajak sawah pakai sapi atau kerbau. Sebelumnya model main cangkul. Sekarang pakai traktor dan lainnya. Perawatan juga begitu. Dulu pupuk bisa ditabur. Sekarang bisa pakai drone.
![]() | ![]() |
---|
Nah, dulu potong padi pakai sabit. Dilakukan secara ramai-ramai. Ada pola upahan, ada juga bergotong royong. Hari ini kita bantu di sawah si Ratana, besoknya si Benseh membantu menyabit padi di lahan Suman. Begitulah seterusnya. Setelah panen, padinya dibiarkan kering lebih dulu beberapa hari. Baru kemudian di susun rapi di tengah sawah atau pinggir jalan.
Saya sudah lupa apa istilahnya. Tapi yang pasti tumpukan padi ini disusun rapi hingga setinggi orang dewasa. Setelah dikira cukup baru kemudian digiling. Namanya ceumeulho. Polanya bisa seperti saat panen tadi; gotong royong. Kemudian muncul mesin pencacah padi. Pada yang diikat khusus itu digiling, padinya dijemur dan lainnya. Cukup lama dan panjang prosesnya.
Berbeda dengan sekarang. Dengan mesin pemotong padi. Bentuknya seperti di dalam foto-foto ini. Lalu, setelah dipotong, otomatis langsung masuk karung. Lebih praktis, lebih mudah, lebih sedikit tenaga kerja. Lebih cepat juga. Kalau dengan mesin perontok padi, akan butuh waktu berjam-jam. Padinya juga harus dikumpulkan secara manual. Masuk karung.
![]() | ![]() |
---|
Nah, dengan pola sekarang. Semua lebih mudah dan gampang. Hanya belasan menit, sawah seukuran 100 x 20 meter bisa dipanen dalam tempo kurang dari 20 menit. Lebih praktis lagi, padinya sudah dikarungin. Lebih mudah, lebih praktis, lebih cepat. Namun, yang mengundaang tanya saya, kenapa di potong saat daun-daun masih hijau. Belum menguning.
Seperti lazimnya sikap petani, minimal satu pekan lagi baru cocok di panen. Ternyata, yang punya lahan sudah trauma dan tak sanggup lagi menjaganya dari hama. Hamanya adalah hewan ternak. Lembu bin sapi. Karena acap dimakan lembu, karena sawahnya ada di pinggir jalan, makanya dia langsung memanennya. Tanpa menunggu lama menguning.
Menguning menjadi sinyal bahwa padi sudah siap dipanen. Ternyata alasan hama itulah, makan dipanen lebih cepat. Ya sudahlah..., namanya juga punya tetangga.