Cahaya Keemasan di Langit Kampus
Di ujung fajar yang masih berembun,
kuayun langkah menembus kabut pelan,
dada menghirup napas kehidupan,
mata menatap matahari perlahan bangun—
cahaya emasnya membakar semangat tubuhku.
Gemetar daun menyapa langkahku,
angin lembut mengusap keringat jiwa,
langkah demi langkah bukan hanya raga,
tapi janji pagi pada diri yang baru—
untuk terus maju, meski peluh menyatu.
Kupacu detak, kupacu harap,
di jalan setapak berpeluk sinar terang,
tak sekadar mengejar sehat,
tapi merawat hidup yang ingin terus menang—
di medan hari yang tak selalu tenang.
Mentari merekah seperti senyum juara,
membisikkan bahwa setiap peluh adalah doa,
tak perlu medali atau sorak sorai,
cukup hati yang jujur berjuang tiap pagi—
itulah kemenangan yang hakiki.
Saat dunia masih menguap dalam kantuk,
aku menari di antara cahaya dan waktu,
berolah raga dalam irama semesta,
bersyukur, bergerak, bertumbuh bersama—
dalam pelukan sunrise yang tak pernah lupa.
Nyoe hana sibok, ta jak u Achek, yaaa?