Senja di Pinggiran Kota Kecil
SORE itu langit mulai berubah warna. Awan-awan kelabu bergeser pelan, memberi ruang pada cahaya jingga kemerahan yang menyemburat di ufuk barat. Jalanan masih sepi, hanya sesekali kendaraan melintas, meninggalkan suara mesin yang cepat hilang ditelan senja.
Di pinggir jalan, rumah-rumah tua berdiri tenang, sebagian atapnya mulai pudar dimakan waktu. Pohon besar di sampingnya ikut membisu, seolah sedang menikmati langit yang berwarna indah. Lampu jalan mulai menyala, menandakan malam sebentar lagi tiba.
Seorang pengendara motor melintas, lampu depannya menyala terang. Ia seperti menjadi saksi bisu perjalanan sore itu—antara terang yang perlahan memudar dan gelap yang segera menyelimuti.
Senja di kota kecil itu sederhana, tapi menyimpan kehangatan. Ada rasa damai yang sulit dijelaskan, seolah waktu berhenti sejenak, memberi ruang bagi siapa saja untuk merenung dan mensyukuri hari yang sudah dilewati.