Sore Bersama Istri Di Sawah

Sore ini, langit memerah lembut menyambut kami di hamparan sawah yang mulai menghijau.
Angin bertiup pelan membawa aroma tanah basah dan harapan masa depan. Di tengah kesibukan harian, ssya menyempatkan diri menemani isteri tercinta menabur pupuk di sawah. Bukan sekedar pekerjaan biasa, ini adalah bentuk kebersamaan kami dalam menjaga dan merawat kehidupan yang tumbuh dari bumi.

Istri saya melangkah ringan di pematang, tangan kirinya memegang plastik berisi pupuk organik, sementara tangan kanannya menyebarkan dengan telaten di antara benih-benih padi yang baru satu Minggu di tabur. Saya mengikuti di belakangnya, membantu mengangkat pupuk dan sesekali merapikan kumpulan tanah yang menggangu jalur air. Meski matahari mulai turun, peluh tetap mengalir di dahi kami, namun tak ada keluhan. Justru senyum dan canda kecil menjadi penawar lelah.

" kalau pupuknya pas, daunnya nanti hijau segar," katanya sambil melirik saya dengan mata berbinar. Saya mengangguk. Dalam kalimat sederhana itu, tersimpan ilmu dan cinta, cinta pada tanah, pada kehidupan dan pada kami berdua yang saling menguatkan.

Menabur pupuk hanya soal menyuburkan tanaman, tapi juga tentang memberi yang terbaik untuk masa depan. Setiap butir pupuk adalah harapan, semoga benih ini tumbuh kuat, tahan lama dan menghasilkan bulir yang padat, menguning sempurna saat panen tiba. Kami tak sekadar menanam padi, kami menanam ketekunan dan harapan.

Di sela pekerjaan, kami duduk sejenak di tepi pematang, menikmati minuman segar yang kami bawa, dan kue yang kami beli. Langit semakin jingga, sawah berkilau keemasan. Burung-burung pulang ke sarang, dan kami pun bersiap menyelesaikan taburan terakhir hari ini.

Sore ini, di tengah alam dan tanah yang kami cintai, saya merasa kaya. Kaya karena bisa berbagi peluh, tawa dan harapan dengan istri. Semoga benih padi ini tumbuh sehat dan mantap, seperti cinta kami yang terus dipupuk setiap hari.