Lima Kendala Pengelolaan Zakat Produktif |
Menurut Ibrahim Husen dalam bukunya berjudul Kerangka Landasan Pemikiran Islam, hal demikian adalah agar persyariatan hukum Islam, yaitu jalbu al-ma shalihi al-ibad (menciptakan kemaslahatan umat) dapat terpenuhi. Dengan dinamika fikih semacam itu, maka hukum Islam selalu dapat tampil ke depan untuk menjawab tantangan zaman.
Teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi selalu dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat. Artinya, perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.
Pengelolaan zakat produktif
Dalam sejarah hukum Islam dapat dilihat bahwa ijtihad sebagai sumber hukum setelah al-Quran dan hadis. Apalagi problematika zakat tidak pernah absen, selalu menjadi topik pembicaraan umat Islam, topik aktual dan akan terus ada selagi umat Islam ada. Fungsi sosial, ekonomi dan pendidikan dari zakat bila dikembangkan dan dibudidayakan dengan sebaik-baiknya akan dapat mengatasi masalah sosial, ekonomi dan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa.
Secara umum, tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin. Rahman ritonga mengatakan bahwa “pendistribusian dana zakat memiliki fungsi mengecilkan jurang perbedaan antara kaya dan miskin karena bagian harta kekayaan si kaya membantu dan menumbuhkan kehiduan ekonomi yang miskin, sehingga keadaan ekonomi si miskin dapat diperbaiki”.
Namun dalam mengimplimentasikan zakat produktif terdapat berbagai kendala, di antaranya:
- Pemahaman mayoritas ahli hukum, khususnya ulama, yang tekstualis, rigid, dan final dalam memahami zakat dan model tasharrufnya. Kaum konservatif ini memahami teks yang ada seperti generasi sebelumnya, menyatakan pemahamannya sebagai pemahaman yang benar, dan menolak pemahaman lain di luarnya dan bahkan menganggap pemahaman lain salah dan keluar dari pijakan yang benar. Mereka memahami bahwa pemberian zakat harus secara konsumtif supaya langsung bisa dirasakan mustahik zakat tanpa berpikir bagaimana mengembangkan potensi ekonomi mereka dalam jangka panjang.
- Belum banyak pilot project yang dijadikan rujukan. Pilot project yang dimaksud adalah lembaga-lembaga atau person yang sukses mengimplementasikan zakat secara produktif. Mayoritas pembagian zakat masih konvensional-konsumtif.
- Minimnya amil zakat yang profesional yang mampu mengelola dana zakat produktif secara transparan, akuntabel, dan profesional.
- Mustahik yang mayoritas ingin menerima dana zakat secara langsung dan memanfaatkan untuk hal-hal yang konsumtif.
- Tidak banyak lembaga keuangan yang membantu pengelolaan dana zakat produktif. Lembaga keuangan mempunyai peran vital untuk menyukseskan pengelolaan zakat produktif.