Workshop Art-Mosphere A Living Canvas - Breathing Spaces, Healing Souls

in Hot News Community26 days ago

Kadang dalam hidup, ada fase di mana semua terasa sesak. Bukan karena ruangnya sempit, tapi karena isi kepala dan hati udah terlalu penuh. Tugas yang datang bertubi-tubi, tekanan dari berbagai arah, ekspektasi yang menggantung, belum lagi urusan personal yang nggak bisa diceritain ke siapa-siapa. Sampai akhirnya aku sadar, aku butuh berhenti sebentar. Butuh ruang buat diam, bernapas, dan pulih.

IMG20250624085131.jpg

Dan hari itu, aku temukan ruang itu di acara Art-Mosphere. Sebuah acara yang nggak cuma menyajikan seni, tapi juga menghadirkan ketenangan. Diadakan pada aula utama UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe, acara ini dibuka oleh tim Berbagia—komunitas yang punya misi untuk menyebarkan kebaikan dan kesehatan jiwa melalui pendekatan seni.

Dengan mengangkat tema "A Living Canvas: Breathing Spaces, Healing Souls", aku tahu sejak awal ini bukan sekadar event biasa. Bahkan dari namanya saja, aku udah kebayang suasana yang ingin dibangun—tempat untuk mengekspresikan diri, merawat emosi, dan merasa lebih hidup.


Awal yang Menyentuh

Pagi itu aku datang dengan perasaan campur aduk. Bayar tiket seharga Rp30.000 untuk workshop dan sesi melukis, tapi entah kenapa rasanya lebih dari sekadar ikut acara. Mungkin karena dalam diam, aku memang sedang butuh ruang seperti ini. Aula kampus hari itu diubah jadi galeri hidup yang begitu hangat dan adem.

Acara dibuka dengan sambutan dari tim penyelenggara, lalu dilanjutkan dengan pemaparan materi yang dibawakan langsung oleh Ketua PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak). Dan sumpah, sesi ini tuh bener-bener ngena banget.

IMG20250624110120.jpg

materi oleh ketua PSGA

Pematerinya menyampaikan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental, bukan hanya saat sedang “kacau”, tapi juga sebagai bentuk cinta terhadap diri sendiri. Banyak dari kita, tanpa sadar, memendam perasaan dan berpura-pura kuat. Kita jalan terus walau hati pengen istirahat. Nah, beliau menyampaikan bahwa kita nggak harus nunggu "meledak" dulu baru istirahat. Kita bisa mulai dari mengenali perasaan, menerima, dan mengekspresikannya.

Satu hal yang bikin aku merinding adalah saat beliau bilang,
"Menjaga mental itu bukan lemah. Justru itu keberanian. Karena kamu berani jujur sama dirimu sendiri."

Dan jujur, aku hampir mewek di situ. Karena rasanya aku lagi duduk di ruangan yang ngerti perasaanku tanpa perlu dijelaskan panjang lebar.


Sesi Melukis: Membiarkan Perasaan Bicara

Setelah materi, kami diarahkan ke sesi melukis bebas. Alat-alat lukis sudah disiapkan, kami tinggal pilih tempat dan mulai menuangkan perasaan ke dalam kanvas. Gak ada aturan, gak ada batasan. Yang penting, ekspresikan isi hati.

alat lukis yang disediakan

Masalahnya... aku sendiri bingung.
Apa yang sedang aku rasakan hari itu?

Sedih, iya. Lelah, iya. Tapi juga ada rasa semangat kecil yang tetap menyala walau redup. Rasanya kayak jalan di terowongan yang panjang—gelap, tapi percaya bakal ada cahaya di ujungnya. Aku nggak bisa jelaskan dengan kata-kata, jadi aku lukis. Aku tarik kuas, campur warna, dan biarkan semuanya mengalir begitu aja.

Lukisannya? Jujur nggak ngerti juga itu bentuk apa. Tapi aku ngerasa lega. Karena dalam diam, aku sedang ngobrol sama diriku sendiri.

hasil lukisannya


Menjelajahi Pameran

Setelah sesi melukis, aku keliling ke bagian pameran seni yang sudah disiapkan. Dan ini sih, epic banget. Ruangan itu berubah jadi dunia kecil yang penuh makna. Ada:

  • Miniatur rumah adat dan alat musik tradisional
  • Karya lukisan mahasiswa yang punya cerita di balik setiap goresannya
  • Puisi-puisi dan kata-kata motivasi yang ditempel di dinding
  • Pojok baca dengan buku-buku ringan untuk healing
  • Dan yang bikin aku paling tersentuh: Pohon Harapan

IMG20250624104653.jpg

IMG20250624090538.jpg

IMG20250624090505.jpg

IMG20250624090417.jpg

IMG20250624090234.jpg

IMG20250624090045.jpg

IMG20250624090028.jpg

IMG20250624085217.jpg

pameran diacara

Di pohon harapan itu, siapa pun boleh menulis keinginannya di secarik kertas kecil, lalu menggantungkannya di dahan. Aku pun ikut. Aku tulis dengan jujur, meski singkat:
“Semoga tahun ini aku bisa wisuda dengan mudah, tanpa hambatan.”

IMG20250624105116.jpg

kata-kata yang aku tulis di pohon harapan

Nggak tahu kenapa, setelah menulis itu, hatiku jadi lebih tenang. Seolah-olah, harapanku sudah kutitipkan pada semesta.

Healing yang Nggak Menggurui

Hal yang paling aku suka dari acara ini adalah: tidak menggurui. Nggak ada kata “kamu harus begini” atau “kamu jangan begitu.” Semua disampaikan dengan pendekatan lembut. Memberi ruang, bukan menekan. Memberi kesempatan untuk merasa, bukan memaksa untuk kuat.

Dan mungkin itulah kenapa acara ini benar-benar berkesan. Karena healing bukan tentang lari dari masalah. Tapi tentang memberi ruang bagi diri sendiri untuk pulih.

Art-Mosphere bukan sekadar event. Buatku, ini adalah pengingat bahwa aku berhak istirahat, aku berhak merasa, dan aku berhak sembuh.

Terima kasih untuk tim Berbagia dan semua pihak yang sudah menyiapkan acara ini dengan sepenuh hati. Semoga akan ada lebih banyak ruang seperti ini yang tidak hanya menghadirkan seni, tapi juga menyentuh.

Sort:  

@tipu curate

;) Holisss...

--
This is a manual curation from the @tipU Curation Project.

Congratulations!! Your post has been upvoted through steemcurator09. We encourage you to publish creative and quality content

1000212743.jpg

Curated by: @ruthjoe

 25 days ago 

Terimakasih banyak