Sehari Bersama Sahabat:
MY WRITE
selasa tanggal 17 juni 2025
Pagi itu matahari bersinar dengan teduh, cahayanya menyusup melalui celah-celah pepohonan yang menaungi halaman rumah. Udara masih segar, burung-burung bernyanyi lirih, dan kami berkumpul dalam suasana akrab untuk bermain carrom. Papan carrom yang sederhana kami letakkan di atas meja kayu, dikelilingi oleh bangku plastik dan tawa kami yang lepas.
Permainan dimulai dengan semangat tinggi. Setiap peserta mencoba fokus, mengatur strategi, dan sesekali bergurau. Striker meluncur cepat, koin-koin terdorong ke berbagai arah. Saat seseorang berhasil memasukkan koin, terdengar sorakan kecil dan tepuk tangan pelan. Namun saat striker terpental keluar, gelak tawa tak bisa dihindari.
Tidak ada yang terburu-buru untuk menang. Kami hanya ingin menikmati waktu bersama, menciptakan kenangan dari hal-hal kecil yang sering luput disyukuri.
Pergantian Pemain – Menanti dengan Tawa
Setelah beberapa giliran, permainan berlanjut dengan sistem pergantian pemain. Yang menang tetap bertahan, sementara yang kalah digantikan oleh teman berikutnya. Saat menunggu giliran, kami duduk bersantai di kursi pinggir sambil menyeruput kopi hitam buatan rumah yang disajikan dengan gula batu.
Beberapa teman berperan sebagai komentator dadakan, menertawakan gerakan aneh atau gaya bermain yang “sok jago tapi meleset”. Momen-momen kecil seperti ini menciptakan kehangatan yang sulit digantikan. Bahkan tanpa berbicara pun, kebersamaan itu tetap terasa penuh makna.
Permainan Berakhir – Bahagia Meski Sederhana
Setelah beberapa putaran, permainan pun berakhir. Tidak ada pengumuman pemenang, tidak pula ada yang merasa kalah. Semua tersenyum puas, merasa cukup dengan waktu yang telah dihabiskan.
Papan carrom dibersihkan, kopi dihabiskan, dan kami saling pandang sejenak. “Sudah saatnya cari makan,” ucap salah seorang dari kami. Perut memang mulai berbunyi sejak tadi, dan kami sepakat menuju tempat rujak favorit yang jauh dari situ.
Perjalanan Menuju Tempat Rujak
Dengan motor masing-masing, kami memulai perjalanan. Suasana kampung yang tenang, jalan yang sedikit berdebu, dan hembusan angin siang yang sejuk menemani langkah kami. Kami menyusuri jalanan yang dikelilingi oleh sawah-sawah hijau dan rumah-rumah sederhana yang penuh dengan keramahan.
Dalam perjalanan, kami terus berbincang. Terkadang berhenti sejenak untuk mengambil foto atau sekadar menertawakan cerita masa lalu yang entah kenapa masih terasa lucu hingga hari ini. Kebersamaan terasa utuh, tidak dibuat-buat, dan menyenangkan dalam kesederhanaannya. dan tanpa berselang lama kami pun sampai di tujuan
Memesan Rujak – Aroma Bumbu yang Menggoda
Sesampainya di tempat rujak, kami langsung memesan tanpa banyak berpikir. Warung kecil yang kami tuju memang sudah menjadi langganan sejak lama. Penjualnya ramah dan cepat tanggap, langsung mulai mengulek bumbu kacang yang menjadi inti dari rujak.
Sambil menunggu, kami duduk santai di kursi kayu yang menghadap jalan. Di depan kami, suasana kampung tetap hidup dengan lalu lalang sepeda, anak-anak bermain, dan suara radio yang sayup terdengar dari rumah seberang.
Tidak lama kemudian, rujak pun disajikan. Isinya beragam—mangga muda, kedondong, nanas, jambu air, dan mentimun. Semua disiram bumbu kacang yang kental dan pedas, diselingi gurihnya terasi yang pas. Kami langsung menyantap dengan semangat.
Menikmati Pedas dan Asam yang Menggugah Selera
Suapan pertama langsung membuat mata sedikit menyipit, saking pedasnya. Namun justru itulah sensasi yang kami cari. Es teh manis yang menemani terasa menjadi penyeimbang yang sempurna. Di sela makan, kami saling mencicipi piring satu sama lain, menebak mana potongan paling asam dan mana yang paling manis. setelah kami menikmati rujak favorit kami pun memutuskan untuk mencari kopi di sore hari.
Singgah di Pinggir Jalan – Secangkir Kopi Menjelang Senja
Perjalanan pulang kami lakukan tanpa tergesa. Di tengah perjalanan, kami memutuskan untuk singgah di sebuah warung kecil di pinggir jalan, tepat di dekat landasan bandara perintis di wilayah kami. Warung itu sederhana—hanya beratap seng dan berdinding tripleks—tetapi memiliki pemandangan terbuka yang sangat indah.
Kami memesan kopi kelapa susu, minuman khas yang biasa kami nikmati saat butuh rehat. Sambil menunggu diseduh, kami duduk santai, mengobrol tentang hal-hal ringan seperti rencana akhir pekan dan kabar teman-teman yang lama tak terdengar.
Menikmati Kopi – Menatap Langit Senja di Bandara Kecil
Kopi pun tersaji. Hangat, manis, dengan aroma khas yang menenangkan. Sambil menikmati kopi, kami memandang ke kejauhan, menyaksikan beberapa pesawat kecil yang sedang parkir di ujung landasan. Beberapa petugas lalu-lalang, dan suara mesin jauh di sana menambah suasana khas bandara kecil yang tidak ramai namun penuh cerita.
Angin senja bertiup lembut. Langit mulai berubah warna menjadi jingga, dan sinar matahari terakhir hari itu menambah keindahan suasana. Kami duduk diam cukup lama, tak banyak bicara—hanya menikmati momen yang tenang dan dalam.
pandangan sempurna dengan segelas kopi
Hari itu adalah hari biasa yang menjadi luar biasa karena kebersamaan yang tulus. Tidak ada perayaan besar, tidak ada kemewahan, hanya aktivitas sederhana: bermain carrom, makan rujak, dan menikmati kopi. Namun semuanya terasa penuh makna.
Kebahagiaan sejati memang tidak selalu berasal dari hal yang besar. Terkadang, ia hadir dari canda kecil di pagi hari, dari tawa yang pecah karena koin meleset, dari rujak yang terlalu pedas, atau dari secangkir kopi hangat di sore hari.
Hari itu, kami belajar bahwa kebersamaan yang sederhana bisa menjadi kenangan yang abadi.
Best regards,
@khairulamar | My Introduction Post