Seharian Bersama Kopi
MY WRITE
Jum'at 13 juni
Hari ini saya memutuskan untuk menjalani hari dengan santai. Tidak ada kesibukan yang berarti, tidak ada target yang harus dikejar—hanya menikmati waktu dan membiarkannya mengalir apa adanya. Sesekali, kita memang perlu mengambil jeda semacam ini, sekadar duduk, menikmati secangkir kopi, dan meresapi hal-hal kecil yang sering kita abaikan.
Pagi di Rumah: Bersama Kucing dan Mainan Anak
Sekitar pukul 10 pagi, saya masih duduk santai di teras rumah. Udara terasa segar meskipun matahari sudah mulai menghangatkan suasana. Seekor kucing putih berbulu halus tampak penasaran dengan mainan ayam kecil milik anak-anak. Ia mengendus, mencolek, lalu mundur dengan ekspresi kebingungan. Pemandangan yang menggemaskan.
Anak-anak yang bermain di sekitar turut tertawa melihat tingkah si kucing. Kebersamaan dan keceriaan seperti ini terasa begitu berarti. Suasana rumah pagi itu tidak hanya hangat karena sinar matahari, tetapi juga karena tawa riang dan interaksi sederhana yang membahagiakan.
Saya pun menyeruput kopi pertama hari ini. Hitam, tanpa gula. Rasa pahitnya justru menjadi teman yang akrab. Dari rasa kopi ini, saya belajar bahwa tidak semua yang pahit itu harus dihindari—ada kalanya kepahitan justru membuat kita lebih menghargai kenikmatan.
Bersiap Menuju Tempat Nongkrong
Setelah menyelesaikan beberapa urusan rumah tangga, saya bersiap untuk keluar sejenak. Tujuan saya sederhana: menemui teman-teman di tempat tongkrongan biasa, melepas penat dan tentu saja, menikmati kopi lagi.
Motor saya sudah terparkir di depan rumah. Langit cerah, angin berembus pelan, dan pohon kelapa di samping rumah seolah melambai mengucapkan “hati-hati di jalan.” Saya menyalakan mesin motor dan mulai melaju.
Perjalanan menuju tempat tongkrongan tidaklah jauh. Saya melewati jalan kecil yang diapit pepohonan rindang. Suasana kampung yang masih alami menjadi pemandangan yang menenangkan. Setiap kali melewati jalan ini, saya merasa seperti disambut oleh alam.
Menikmati Obrolan dan Kopi di Warung Sederhana
Setibanya di tempat tongkrongan, saya disambut oleh aroma kopi yang sedang diseduh. Warung ini memang sederhana, namun selalu memberikan kenyamanan. Meja kayu, kursi panjang, dan suasana terbuka membuat tempat ini cocok untuk bersantai dan berbincang.
Saya memesan kopi hitam, kopi kedua hari ini. Kami mengobrol santai—tentang keluarga, pekerjaan, kehidupan sehari-hari, dan tak jarang diselingi canda tawa. Di tengah kesederhanaan, kebersamaan terasa begitu hangat.
Bagi saya, tongkrongan seperti ini bukan sekadar tempat berkumpul. Ini adalah ruang untuk berbagi cerita, mendengarkan, dan merasa lebih ringan. Seperti terapi alami yang diberikan kehidupan.
Menjelang Senja di Pantai: Secangkir Kopi dan Pemandangan Indah
Menjelang sore, kami memutuskan untuk pindah tempat. Kami menuju pantai—tempat terbaik untuk menikmati senja. Angin laut berembus lembut, suara ombak mengalun, dan langit mulai berubah warna.
Kami memilih duduk di sebuah kafe kecil di tepi pantai. Meja-meja kayu tersusun rapi di atas pasir, dihiasi lampu gantung dan tanaman hias. Saya memesan secangkir kopi pahit, kali ini kopi ketiga saya hari itu.
Menyeruput kopi pahit sambil menikmati pemandangan laut menjelang senja memberikan ketenangan tersendiri. Saya duduk diam, memandangi matahari yang perlahan tenggelam di balik garis cakrawala. Suasana begitu hening, seolah alam ingin berbicara dalam diamnya.
Rasanya, semua beban pikiran ikut hanyut bersama debur ombak. Saat itu saya sadar, terkadang kebahagiaan tidak datang dari hal-hal besar, melainkan dari momen kecil yang kita syukuri.
Penutup: Kesederhanaan yang Bermakna
Hari itu saya tidak melakukan perjalanan jauh, tidak pula mengejar pencapaian tertentu. Namun, saya merasa hari saya penuh. Dari rumah bersama kucing, tongkrongan bersama teman, hingga senja di pantai dengan secangkir kopi—semuanya memberikan makna yang mendalam.
Mungkin inilah cara hidup mengajarkan kita untuk berhenti sejenak. Bukan untuk menyerah, melainkan untuk menghargai. Dan hari itu, semuanya hadir dalam satu benang merah: kopi.
Best regards,
@khairulamar | My Introduction Post