Melihat Budaya Literasi Saat Ini
KITA semua oasti sama-sama merasakan, juga menyaksikan bagaimana dunia literasi telah mengalami transformasi besar dalam dua dekade terakhir. Di jaman kita bersekolah atau kuliah, buku fisik menjadi satu-satunya jendela ilmu, karena itu kita pun beramai-ramai berkunjung ke perpustakaan.
Sekarang? Orang menikmati versi digital melalui jaringan internet. Sementara perpustakaan yang dulu menjadi tempat utama menimba ilmu kini bersaing dengan mesin pencari dan platform baca digital. Perubahan ini membawa dinamika baru dalam budaya membaca masyarakat, baik dari segi kemudahan akses maupun perubahan perilaku.
Begitupun, perubahan ini tetap menuai pro dan kontra. Di satu sisi, buku digital dinilai lebih praktis dan ramah lingkungan. Karena harus diakui, berapa juta batang pohon jadi korban untuk mencetak satu edisi buku? tapi di sisi lain, banyak yang masih berpegang pada sensasi membaca buku fisik yang lebih intim dan minim gangguan. Buku fisik juga dianggap lebih sehat bagi mata dan membantu meningkatkan fokus pembaca. Iya kan? Kita merasakannya.
Meski teknologi telah memudahkan akses terhadap literatur, ironi justru muncul: tidak semua orang tertarik memanfaatkannya untuk kegiatan membaca yang mendalam. Masyarakat kini cenderung membaca secara cepat dan dangkal — biasa disebut skim reading. Konsumsi informasi yang cepat lewat media sosial dan konten singkat menyebabkan turunnya daya tahan membaca panjang.
Sekarang ini informasi yang disampaikan melalui reel Instagram atau video di TikTok lebih diminati ketimbang konten Youtube yang menjelaskan segala sesuatu secara panjang lebar. Lantas, bagaimana dengan minat bacanya? Beruntung, minat baca belum sepenuhnya pudar. Banyak komunitas literasi, klub buku daring, hingga gerakan membaca di kalangan pelajar dan profesional justru tumbuh subur di era digital. Tantangannya kini adalah mengarahkan kebiasaan membaca yang tersebar dan terfragmentasi ini ke arah literasi yang kritis, mendalam, dan produktif.
Mari kita pertahankan budaya membaca, semampu kita. Sesekali di akhir pekan, ajaklah anak-anak Anda untuk membeli buku. Siapa tahu, dari sana akan tumbuh kembali minat membaca buku, bukan larut dalam selancar dunia maya di gawai yang tiada ujungnya