Zakat dan Regulasi Lokal di Aceh |
Keberadaan zakat di Aceh didukung dengan adanya Qanun Nomor 11/2002 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373/2003 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat (BAZ).
Selanjutnya dikeluarkan pula Qanun Nomor 7/2004, mengenai pengelolaan zakat, Undang-undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) serta Qanun (peraturan daerah) Nomor 10/2007 tentang Baitul Mal.
Implikasi dari penerapan adanya beberapa aturan di atas menjadikan Aceh sebagai salah satu provinsi yang menjadikan zakat sebagai pendapatan asli daerah. Berdirinya Baitul Mal juga dianggap sebagai institusi keuangan Islam hampir di setiap gampong (desa).
Menurut laporan Dompet Dhuafa (2010), angka kemiskinan di Aceh mencapai 1.280.104 jiwa. Ini menunjukkan besarnya jumlah mustahik zakat dengan kata lain masih tingginya angka kemiskinan jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera.
Adapun potensi zakat di Sumatera sebagian besar sedang, kecuali Sumatera Barat yang mempunyai potensi zakat yang tinggi sedangkan Aceh mempunyai potensi zakat yang rendah.
Tingginya angka kemiskinan menjadikan salah satu indikator belum maksimalnya mekanisme pengutipan dan distribusi zakat di Aceh. Seharusnya pelaksanaan syariat Islam yang sudah berjalan kurang lebih 10 tahun dapat mempersempit angka kemiskinan di Aceh dengan instrumen zakat.
Yayasan Badan Dakwah Islam Arun (YBDI Arun) bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi yang menyediakan mahasiswa semester akhir sebagai sukarelawan dan Bazmal Universitas Malikussaleh sebagai supervisor dalam upaya pemberdayaan ekonomi masayarakat (usaha kecil).
Ini menunjukkan jika zakat didistribusikan secara tepat akan berdampak terhadap penerima zakat. Oleh sebab itu proses rekrutmen sangatlah penting. Di sini pihak Bazmal sangat selektif dalam memilih mustahik, salah satu indikator dalam pemilihan mustahik adalah taat beribadah yang dapat diketahui melalui dengan mewawancarai tetangga mustahik.
Motivasi usaha dan pelatihan pembukuan dasar merupakan hal yang tidak bisa dilewatkan mengingat kondisi mustahik yang perlu disirami rohani agar dengan amanah yang diterima dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, begitu juga dengan pembukuan dasar agar terbiasa dalam mencatat laba dan modal yang diperlukan untuk esok hari.
Untuk menghindari penyelewengan dana, pencairan bantuan dalam bentuk barang tidak dalam bentuk cash money. Tahap akhir adalah monev dengan memantau usaha dan tabungan dari hasil usaha.
Sukarelawan akan mengutip uang tabungan setiap bulan dan akan dikembalikan jika mustahik memerlukan uang tersebut untuk penambahan usaha atau keperluan lainnya.[]
Thank for support me @steemcurator09.