Puluhan Truk Antre Hingga Larut Malam, Supir Mengeluh Kelelahan dan Kehilangan Waktu Istirahat untuk Bekerja Kembali Esok Hari
MEURAH DUA, PIDIE JAYA – Ironi yang memilukan kembali terjadi di Aceh, sebuah wilayah yang kaya dengan sumber daya minyak dan gas. Bukannya berlimpah, Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar justru menjadi barang langka yang diperebutkan. Puluhan truk terpaksa mengantre hingga berjam-jam, bahkan hingga larut malam, di berbagai SPBU, termasuk di SPBU Mon Jurong, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Rabu (24/9/2025) malam.
Fenomena ini bukanlah kejadian satu-satunya. Ia telah menjadi pemandangan rutin yang menyita waktu dan tenaga para sopir angkutan barang. Pada malam itu, antrean kendaraan berat memadati SPBU, menciptakan pemandangan yang tidak biasa di tengah kesunyian malam. Para sopir, yang seharusnya beristirahat setelah seharian bekerja, terpaksa bergantian menunggu dengan harapan tangki kendaraan mereka terisi agar dapat kembali beroperasi keesokan harinya.
Kelelahan dan Keluhan Para Sopir
Budianto, seorang sopir truk warga Dayah Kleng, Meureudu, mengungkapkan kelelahannya. "Ini sudah seperti ritual mingguan. Setelah mengantar barang, bukannya pulang istirahat, kami harus antre lagi untuk solar. Kadang sampai tiga empat jam hanya untuk mengisi bensin. Badan sudah capek, tapi mau bagaimana lagi? Kalau tidak antre sekarang, besok tidak bisa kerja," keluhnya.
Keluhan serupa disampaikan Saiful Bahri, sopir asal Gampong Reudeup, Panteraja, Pidie Jaya. Ia menyayangkan ketidakpastian pasokan ini. "Sungguh aneh, negeri sendiri yang katanya tambang minyak, tapi untuk dapat solar saja susahnya setengah mati. SPBU lain juga sama keadaannya, bukan hanya di sini. Kami seperti dihukum oleh keadaan yang tidak jelas," ujar Saiful dengan nada kesal.
Akar Permasalahan: Kelangkaan atau Distribusi?
Aktivitas antrean solar yang terjadi di Pidie Jaya dan daerah lain di Aceh menimbulkan tanda tanya besar. Publik mempertanyakan, apakah ini disebabkan oleh kelangkaan stok di tingkat Pertamina, ataukah adanya masalah dalam rantai distribusi ke daerah-daerah. Ketidakjelasan informasi ini menambah beban psikologis para sopir dan pelaku usaha transportasi.
Kegagalan distribusi BBM, khususnya solar yang menjadi tulang punggung transportasi barang dan publik, berpotensi memukul sektor logistik dan perekonomian lokal. Keterlambatan pengiriman barang dan meningkatnya biaya operasional menjadi ancaman nyata jika kondisi ini berlarut-larut.
Mendesaknya Solusi Konkret
Fenomena antrean panjang ini adalah alarm darurat bagi semua pemangku kepentingan, mulai dari Pertamina sebagai BUMN penyedia BBM, hingga pemerintah daerah. Diperlukan langkah-langkah strategis dan transparan untuk mengatasi masalah ini.
Pertama, transparansi informasi mengenai kuota dan jadwal distribusi solar ke setiap SPBU sangat dibutuhkan agar para sopir dapat mengatur waktu tanpa harus menunggu berjam-jam secara tidak pasti.
Kedua, perbaikan sistem distribusi untuk memastikan kecukupan stok di semua titik SPBU, terutama di daerah yang menjadi jalur logistik utama.
Ketiga, pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik penimbunan atau penjualan solar di luar SPBU dengan harga yang lebih tinggi, yang sering kali memicu kelangkaan buatan.
Ironi "negeri minyak kesulitan minyak" ini tidak boleh dibiarkan menjadi normalitas yang diterima begitu saja. Hak para pekerja untuk beristirahat dan kepastian berusaha harus dipulihkan, agar roda perekonomian daerah tidak terus tersendat oleh antrean yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Editor : CM Cek Mad