Sinergi Pasangan Penggiat Inklusi: Dedikasi Nopia Dorsain dan Muslailati Menyemai Generasi Emas 2045 dari Bumi Serambi Mekah
BANDA ACEH – Di tengah gegap gempita dunia pendidikan yang terus berbenah, Provinsi Aceh memiliki satu pasangan suami-istri yang menjadi pilar dan penggerak inovasi di bidang pendidikan inklusif. Mereka adalah Drs. Nopia Dorsain dan Muslailati, S.Pd. Lebih dari sekadar profesi, perjuangan mereka adalah sebuah misi kehidupan: bekerja dengan keikhlasan hati untuk membentuk anak bangsa yang berkarakter dan berkualitas demi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Komitmen mereka tidak hanya diwujudkan dalam kata-kata, tetapi dalam aksi nyata dan sinergi yang langka. Drs. Nopia Dorsain, yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Madrasah Provinsi Aceh, berperan strategis dari sisi kebijakan, supervisi, dan penjaminan mutu pendidikan madrasah di seluruh penjuru Aceh. Posisinya ini memungkinkannya untuk merumuskan strategi dan memastikan implementasi pendidikan inklusif dapat diterapkan secara merata dan berkualitas.
Di garis depan, bersinergi dengannya, adalah sang istri, Muslailati, S.Pd., yang merupakan Ketua Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) Kabupaten Pidie Jaya. Peran Muslailati sangat krusial sebagai pelaksana dan penggerak di lapangan. Ia langsung berinteraksi dengan guru, kepala madrasah, orang tua, dan tentu saja, para peserta didik dengan berbagai kebutuhan khusus. FPMI di bawah kepemimpinannya menjadi wadah bagi pengawas dan tenaga kependidikan untuk berbagi pengetahuan, mengatasi tantangan, dan mengembangkan model pembelajaran inklusif yang sesuai dengan konteks lokal Pidie Jaya.
Madrasah Inklusif: Kunci Membangun Negeri
Bagi pasangan ini, madrasah inklusif bukan sekadar tentang menyediakan akses pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Lebih dari itu, ini adalah tentang membangun ekosistem pendidikan yang menghargai keunikan dan keberagaman setiap individu.
“Setiap anak adalah anugerah dan memiliki potensinya masing-masing. Tugas kitalah untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun anak yang tertinggal, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Madrasah inklusif adalah tempat di mana semua anak belajar bersama, saling menghargai perbedaan, dan ini adalah fondasi terbaik untuk membangun generasi yang tangguh dan berempati,” ujar Muslailati dalam suatu kesempatan diskusi pendidikan.
Drs. Nopia Dorsain menambahkan dari perspektif kebijakan, “Pendidikan inklusif adalah investasi jangka panjang untuk Aceh dan Indonesia. Melalui pendekatan inklusif, kita memastikan seluruh potensi generasi muda dapat digali secara maksimal. Ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, yang membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kecerdasan sosial dan emotional yang tinggi, yang lahir dari lingkungan yang inklusif dan kolaboratif.”
Tantangan dan Harapan ke Depan
Perjalanan mengembangkan madrasah inklusif di Aceh tentu tidak tanpa hambatan. Mulai dari keterbatasan sarana prasarana, kesiapan tenaga pendidik, hingga persepsi masyarakat yang masih perlu terus diubah. Namun, sinergi seperti yang ditunjukkan oleh Nopia dan Muslailati ini menjadi energi positif yang mendorong perubahan perlahan-lahan.
Mereka aktif mengadakan pelatihan bagi guru-guru madrasah, menyusun modul pembelajaran yang ramah inklusi, dan melakukan advokasi kepada berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya pendidikan untuk semua.
Dedikasi tanpa pamrih mereka menjadi inspirasi bagi banyak kalangan di Aceh. Mereka membuktikan bahwa ketika sebuah keluarga dibangun di atas landasan misi yang sama, dampak positif yang dihasilkan untuk masyarakat bisa berlipat ganda.
Sinergi antara peran pengawas di level provinsi dan penggerak di level kabupaten ini diharapkan dapat terus mempercepat transformasi pendidikan madrasah di Aceh menuju pendidikan yang lebih adil, merata, dan berkualitas, menyiapkan tunas-tunas muda Aceh untuk siap berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Editor : CM Cek Mad